Perangkap Syaithan

PERANGKAP SYAITHAN

DAN KIAT TERHINDAR DARINYA

Ingatlah Tatkala Allah memerintahkan malaikat dan iblis untuk sujud kepada nabi Adam ‘alaihis salam, maka sujudlah malaikat kepada nabi Adam. Adapun Iblis dengan kesombongannya menolak perintah Allah dengan kesombongannya ia mengatakan bahwa dirinya diciptakan dari api sedangkan nabi Adam diciptakan dari tanah, bahkan kesemobongannya ini dsebut oleh sebagian para ulama salaf sebagai dosa pertama kali kepada Allah yang muncul dimuka bumi ini. Lihatlah apa yang Allah kisahkan dalam ayatnya,

إِذْ قُلْنَا لِلْمَلاَئِكَةِ اسْجُدُوا لأَدَمَ فَسَجَدُوا إِلاَّ إِبْلِيسَ أَبَى وَاسْتَكْبَرَ وَكَانَ مِنَ الكَافِرِينَ

Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat:”Sujudlah kamu kepada Adam”, maka sujudlah mereka kecuali iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir. (QS.al-Baqorah 2:34)

Qotadah menjelaskan tentang ayat ini, “Iblis hasad kepada Adam ‘alaihis salaam dengan kemuliaan yang Allah berikan kepada Adam. Iblis mengatakan, “Saya diciptakan dari api sementara Adam diciptakan dari tanah”. Kesombongan inilah dosa yang pertama kali terjadi . Iblis sombong dengan tidak mau sujud kepada Adam”[1]

Maka tatkala itu iblis berjanji untuk menyesatkan manusia sampai hari kiamat,

قَالَ فَبِعِزَّتِكَ لأغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ* إِلا عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ

Iblis menngatkan: Demi kekuasaan Engkau aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka. (QS. Shod: 82-83)

Dalam ayat yang lainnya Allah menjelaskan bahwa iblis akan menjerumuskan manusia dari semua sisi, dan melakukan segala cara

قَالَ فَبِمَا أَغْوَيْتَنِي لأقْعُدَنَّ لَهُمْ صِرَاطَكَ الْمُسْتَقِيمَ * ثُمَّ لآتِيَنَّهُمْ مِنْ بَيْنِ أَيْدِيهِمْ وَمِنْ خَلْفِهِمْ وَعَنْ أَيْمَانِهِمْ وَعَنْ شَمَائِلِهِمْ وَلا تَجِدُ أَكْثَرَهُمْ شَاكِرِينَ

Iblis mengatakan: Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus. Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur (taat). (Al-‘Araf: 16-17).

Allah juga mengabarkan bahwa di kalangan manusia juga ada yang berperan sebagai setan. Allah Ta’ala berfirman: Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin(Al-An’am: 112)

Ketahuilah wahai saudaraku bahwa perangkap dan tipu daya syeitan itu banyak, dalam ayatnya Allah menjelaskan,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا ادْخُلُوا فِي السِّلْمِ كَافَّةً وَلا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ إِنَّهُ لَكُمْ عَدُوٌّ مُبِي

“Wahai orang-orang yang beriman, masuklah kalian ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaithan. Sesungguhnya syaithan itu musuh yang nyata bagi kalian.” (Al Baqarah : 208)

Ibnul Qayyim rahimahullah menyebutkan dalam kitab Al-Badaiul Fawaaid di akhir juz kedua sebagai berikut: Sesungguhnya setan mengajak manusia kepada enam perkara. Ia baru melangkah kepada perkara kedua bila perkara pertama tidak berhasil dilakukannya.

Pertama : Syirik

Mengajaknya berbuat syirik dan kekufuran. Jika hal ini berhasil dilakukannya berarti setan telah menang dan tidak sibuk lagi dengannya.

Syirik adalah dosa yang tidak diampuni oleh Allah. Pelaku syirik akbar menjadi kafir, dan kekal didalam neraka.

إِنَّ ٱللَّهَ لَا يَغْفِرُ أَن يُشْرَكَ بِهِۦ وَيَغْفِرُ مَا دُونَ ذَٰلِكَ لِمَن يَشَآءُ وَمَن يُشْرِكْ بِٱللَّهِ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَٰلًۢا بَعِيدًا

Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dan Dia mengampuni dosa selain (syirik) itu bagi siapa saja yang dikehendakiNya. Barang siapa yang berlaku syirik maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.(QS.4, An Nisa’ : 116)

Kedua : Bid’ah

Ketika syetan tidak berhasil, maka akan mengajaknya berbuat bid’ah. Jika sudah terjerumus ke dalamnya, maka setan akan membuat bid’ah itu indah di matanya hingga dia rela dan setan pun membuatnya puas dengan bid’ah itu.

Imam syafi’i mengatakan, bid’ah adalah suatu jalan dalam agama yang dibuat-buat, (hingga) menyerupai syari’at. Tujuannya adalah untuk berlebih-lebihan dalam beribadah kepada Allah subhanahu wata’ala.

Bid’ah adalah praktik yang menentang agama. Pelakunya sulit untuk diajak taubat, karena pelakunya mengira bid’ah yang ia lakukan adalah bagian dari syari’at.

Seorang tabiin bernama Sufyan ats Tsauri mengatakan .

البدعة أحب إلى إبليس من المعصية المعصية يتاب منها والبدعة لا يتاب منها

Bid’ah itu lebih disukai Iblis dibandingkan dengan maksiat biasa. Karena pelaku maksiat itu lebih mudah bertaubat. Sedangkan pelaku bid’ah itu sulit bertaubat.[2]

Muhammad bin Husain al Jizani ketika menjelaskan poin-poin perbedaan antara maksiat dan bid’ah mengatakan, “Oleh karena itu maksiat memiliki kekhasan berupa ada perasaan menginginkan bertaubat dalam diri pelaku maksiat. Ini berbeda dengan pelaku bid’ah. Pelaku bid’ah hanya semakin mantap dengan terus menerus melakukan kebid’ahan karena dia beranggapan bahwa amalnya itu mendekatkan dirinya kepada Allah, terlebih para pemimpin kebid’ahan besar. Hal ini sebagaimana difirmankan oleh Allah,

أَفَمَنْ زُيِّنَ لَهُ سُوءُ عَمَلِهِ فَرَآَهُ حَسَنًا

Maka Apakah orang yang dijadikan (syaitan) menganggap baik pekerjaannya yang buruk lalu Dia meyakini pekerjaan itu baik, (sama dengan orang yang tidak ditipu oleh syaitan)?. (QS Fathir:8).

Dalam sebuah atsar (perkataan salaf) Iblis berkata, “Kubinasakan anak keturunan Adam dengan dosa namun mereka membalas membinasakanku dengan istighfar dan ucapan la ilaha illallah. Setelah kuketahui hal tersebut maka kusebarkan di tengah-tengah mereka hawa nafsu (baca:bid’ah). Akhirnya mereka berbuat dosa namun tidak mau bertaubat karena mereka merasa sedang berbuat baik”.[3]

Oleh karena itu secara umum bid’ah itu lebih berbahaya dibandingkan maksiat. Hal ini dikarenakan pelaku bid’ah itu merusak agama. Sedangkan pelaku maksiat sumber kesalahannya adalah karena mengikuti keinginan yang terlarang.[4]

Dalam sebuah hadits Rasulullah bersabda : “Barangsiapa yang membuat amalan baru dalam urusan kita ini (agama), yang tidak kami contohkan, maka hal itu tertolak”. Di dalam riwayat yang lain disebutkan : ”Barangsiapa yang mengerjakan suatu pekerjaan yang tidak kami kerjakan,maka pekerjaan itu tertolak”. (HR. Bukhari dan Muslim).

Ketiga : Dosa-dosa besar

Jika tidak berhasil juga, setan akan menjerumuskannya ke dalam dosa-dosa besar, Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَتَّبِعُوا خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ ۚوَمَنْ يَتَّبِعْ خُطُوَاتِ الشَّيْطَانِ فَإِنَّهُ يَأْمُرُ بِالْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan. Barangsiapa yang mengikuti langkah-langkah setan, maka sesungguhnya setan itu menyuruh mengerjakan perbuatan yang keji dan yang mungkar. (QS an-Nur : 21)

Ketika manusia telah terperangkap dalam perbuatan dosa besar, maka setan akan menghiasi pandangan manusia bahwa apa yang dikerjakannya adalah dosa yang tidak berarti. Bahkan setan akan membisikkan agar manusia menunda taubatnya.

Dosa besar sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Jarir dalam tafsirnya adalah setiap dosa yang diancam neraka, terkena laknat, dimurkai atau dikenai siksa.

Keempat : Dosa-dosa kecil

Jika tidak berhasil, setan akan menjerumuskannya ke dalam dosa-dosa kecil.

Orang yang biasa melakukan dosa kecil akan menganggap kecil tindakan yang dilakukannya. Padahal Rasulullah telah memperingatkan umatnya melalui sabdanya. ”Jauhilah dosa-dosa yang dianggap kecil, karena dosa-dosa itu akan berhimpun pada seseorang sehingga akan membinasakannya”.(HR. Ahmad dan Al Baihaqi)

Ibnu Batthol mengatakan,

الْمُحَقَّرَاتُ إِذَا كَثُرَتْ صَارَتْ كِبَارًا مَعَ الْإِصْرَار

“Sesuatu dosa yang dianggap remeh bisa menjadi dosa besar, ditambah lagi jika terus menerus melakukan dosa.”

Abu Ayyub Al Anshori berkata,

إِنَّ الرَّجُل لَيَعْمَلُ الْحَسَنَةَ فَيَثِقُ بِهَا وَيَنْسَى الْمُحَقَّرَاتِ فَيَلْقَى اللَّهَ وَقَدْ أَحَاطَتْ بِهِ ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَعْمَلُ السَّيِّئَةَ فَلَا يَزَالُ مِنْهَا مُشْفِقًا حَتَّى يَلْقَى اللَّه آمِنًا

Sesungguhnya seseorang melakukan kebaikan dan terlalu percaya diri dengannya dan meremehkan dosa-dosa, maka ia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan ia penuh dengan dosa. Sesungguhnya seseorang melakukan kejeleken dalam keadaan terus merasa bersalah, maka ia akan bertemu dengan Allah dalam keadaan aman.[5]

Terdapat sebuah hadits yang maknanya shahih (benar), namun didhoifkan (dilemahkan) oleh para ulama pakar hadits,

لاَ كَبِيْرَةَ مَعَ الاِسْتِغْفَارِ وَ لاَ صَغِيْرَةَ مَعَ الإِصْرَارِ

Tidak ada dosa besar jika dihapus dengan istighfar (meminta ampun pada Allah) dan tidak ada dosa kecil jika dilakukan terus menerus.[6]

Kelima : Berlebih-lebihan Dalam Perkara Mubah

Jika ternyata tidak berhasil juga, setan akan menyibukkannya dengan perkara-perkara mubah hingga ia lupa beribadah.

Perkara yang mubah itu perkara yang boleh-boleh saja. Karena syariat tidak melarang, justru manusia sering disibukkan oleh perkara yang mubah ini. Kegiatan yang boleh-boleh saja ini melalaikan manusia dari ketaatan dan amalan mencari bekal akhirat.

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لاَ تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلاَ أَوْلاَدُكُمْ عَنْ ذِكْرِ اللهِ وَمَنْ يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-artamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barangsiapa yang berbuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi”. (QS al-Munafiqun : 9)

Rasulullah mengingatkan umatnya dengan sabda beliau : ”Cukuplah bagi seseorang beberapa suap makanan saja untuk menegakkan punggungnya, jika harus lebih maka 1/3 isi perutnya untuk makanan, 1/3 untuk minuman dan 1/3 lainya untuk bernafas”. [HR. Ahmad]

Berkata sebagian salaf : ”Dahulu ada beberapa generasi muda bani israil rajin beribadah dan berpuasa, jika tiba waktu untuk berbuka maka salah seorang diantara mereka berkata : Jangan kamu banyak makan kerena itu akan menyebabkan kalian akan merugi”. [7]

Imam Ibnul Jauzi juga mengatakan : “Ketahuilah membuka lebar-lebar pintu yang halal dapat menyebabkan banyak gangguan dalam menjalankan ketaatan, maka tutuplah”

Maka jadikanlah hal yang mubah tersebut merupakan jalan/washilah menuju ibadah. Al Izz bin Abdus Salam berpendapat bahwa Seorang muslim akan mendapatkan pahala dari hal-hal di atas berupa pahala atas niatnya bukan perbuatannya”.[8]

Ibnu Taimiyah juga mengatakan, “Seyogya kita tidak melaksanakan perkara-perkara yang mubah kecuali perkara mubah yang dapat membantu kita melaksanakan keta’atan atau perbuatan mubah yang kita maksudkan untuk membantu kita dalam keta’atan”.[9]

Keenam : Jerat Amalan Tidak Utama

Jika tidak mempan juga, setan akan membuainya dengan perkara-perkara kurang penting hingga ia abaikan perkara-perkara terpenting.

Target jerat ini adalah menjadikan manusia sibuk dengan amalan-amalan yang tidak utama hingga melalaikan yang lebih utama.Memfokuskan diri dengan ibadah yang dicintai oleh Allah, tetapi melupakan ibadah yang lebih dicintai oleh Allah. Atau bersungguh-sungguh dalam meraih pahala yang sedikit, tapi melupakan pahala yang lebih banyak, dan seterusnya sehingga umurnya tersia-siakan dengan hal-hal yang tak besar dan meninggalkan amalan yang lebih utama. Seperti sibuk dengan amalan sunnah, meninggalkan amalan wajib .

Salah satu contoh adalah Allah memerintahkan ummatnya untuk sholat berjamaah di masjid, maka allah akan meemberikan 27 pahala, tapi seseorang lebih memilih untuk sholat dirumah, dan dia hanya mendapatkan satu pahala

Ketujuh : Jeratan Gangguan Syetan

Jika gagal juga, maka setan akan melakukan tipu daya terakhir, jarang orang yang selamat darinya hingga para nabi dan rasul sekalipun. Yaitu mengerahkan bala tentaranya dari jenis manusia untuk menyerang orang-orang yang berpegang teguh dengan agamanya.

Gangguan ini dirasakan seorang mukmin sesuai dengan kadar iman yang ada padanya. Semakin kuat iman seseorang semakin besar pula gangguan yang didapat, semakin tinggi kedudukan dan tanggungjawab semakin berat gangguan dan cobaan yang dialami. Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah. ”Siapakah yang paling berat cobaannya?” Beliau menjawab, ”Para Nabi kemudian orang-orang semisal, dan yang semisal”. (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah dan lainnya).

KIAT TERHINDAR DARI TIPU DAYA SYETAN

Adapun menghadapi setan, secara rinci, di antaranya dilakukan dengan cara sebagai berikut :

1. Beriman Dan Bertauhid Kepada Allah Dengan Sebenar-benarnya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberitakan, setan tidak memiliki kekuasaan terhadap hamba-hambaNya yang beriman dan mentauhidkanNya. Allah berfirman :

إِنَّهُ لَيْسَ لَهُ سُلْطَانٌ عَلَى الَّذِينَ ءَامَنُوا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ إِنَّمَا سُلْطَانُهُ عَلَى الَّذِينَ يَتَوَلَّوْنَهُ وَالَّذِينَ هُمْ بِهِ مُشْرِكُونَ

Sesungguhnya setan itu tidak ada kekuasannya atas orang-orang yang beriman dan bertawakkal kepada Rabb-nya. Sesungguhnya kekuasaannya (setan) hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya jadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah.[An Nahl : 99, 100].[10]

  1. Berpegang Teguh Kepada Al Kitab Dan As Sunnah Sesuai Dengan Pemahaman Salafush Shalih.

Barangsiapa berpaling dari peringatan Allah, maka dia akan menjadi mangsa setan dan dijerumuskan ke dalam kecelakaan abadi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :

وَمَن يَعْشُ عَن ذِكْرِ الرَّحْمَنِ نُقَيِّضْ لَهُ شَيْطَانًا فَهُوَ لَهُ قَرِينٌ

Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran (Rabb) Yang Maha Pemurah (Al Qur`an), Kami adakan baginya setan (yang menyesatkan), maka setan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya [Az Zukhruf : 36].

  1. Berlindung Kepada Allah Dari Gangguan Setan.

Memohon perlindungan ini dilakukan secara umum pada setiap waktu, setiap diganggu setan, dan juga dilakukan pada waktu-waktu tertentu yang dituntunkan Allah dan RasulNya. Allah berfirman :

وَقُل رَّبِّ أَعُوذُ بِكَ مِنْ هَمَزَاتِ الشَّيَاطِينِ وَأَعُوذُ بِكَ رَبِّ أَن يَحْضُرُونِ

Dan katakanlah : “Ya, Rabb-ku. Aku berlindung kepada Engkau dari bisikan-bisikan setan. Dan aku berlindung (pula) kepada Engkau, ya Rabb-ku, dari kedatangan mereka kepadaku. [Al Mukminun : 97-98]

  1. Membaca Al Qur`an.

Di antara hikmah Allah menurunkan kitab suci Al Qur`an ialah sebagai obat dan penawar bagi orang yang beriman. Allah berfirman,

وَنُنَزِّلُ مِنَ الْقُرْءَانِ مَاهُوَ شِفَآءٌ وَرَحْمَةٌ لِّلْمُؤْمِنِينَ وَلاَيَزِيدُ الظَّالِمِينَ إِلاَّخَسَارًا

Dan Kami turunkan dari Al Qur`an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman, dan Al Qur`an itu tidaklah menambah kepada orang-orang yang zhalim selain kerugian. [Al Isra` : 82]

Kepada Abu Hurairah, setan telah membukakan salah satu rahasianya. Hal ini dibenarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setan mengatakan.

إِذَا أَوَيْتَ إِلَى فِرَاشِكَ فَاقْرَأْ آيَةَ الْكُرْسِيِّ ( اللَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ الْحَيُّ الْقَيُّومُ ) حَتَّى تَخْتِمَ الْآيَةَ فَإِنَّكَ لَنْ يَزَالَ عَلَيْكَ مِنَ اللَّهِ حَافِظٌ وَلَا يَقْرَبَنَّكَ شَيْطَانٌ حَتَّى تُصْبِحَ فَخَلَّيْتُ سَبِيلَهُ فَأَصْبَحْتُ

Jika engkau menempati tempat tidurmu, maka bacalah ayat kursi (Allahu la ilaha illa huwal hayyul qayyum) sampai engkau menyelesaikan ayat tersebut. Maka sesungguhnya akan selalu ada padamu seorang penjaga dari Allah, dan setan tidak akan mendekatimu sampai engkau masuk waktu pagi. [HR Bukhari]

  1. Memperbanyak Dzikrullah.

Dari Al Harits Al Asy’ari, bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya Allah memerintahkan Yahya bin Zakaria Alaihissallam dengan lima kalimat, agar beliau mengamalkannya dan memerintahkan Bani Israil agar mereka mengamalkannya (di antaranya)…Aku perintahkan kamu untuk dzikrullah (mengingat, menyebut Allah). Sesungguhnya perumpamaan itu seperti perumpamaan seorang laki-laki yang dikejar oleh musuhnya dengan cepat, sehingga apabila dia telah mendatangi benteng yang kokoh, kemudian dia menyelamatkan dirinya dari mereka (dengan berlindung di dalam benteng tersebut). Demikianlah seorang hamba tidak akan dapat melindungi dirinya dari setan, kecuali dengan dzikrullah”. [HR Ahmad]

  1. Taubat Dan Istighfar.

Selama masih hidup, manusia membutuhkan taubat dan istighfar dari dosa-dosanya kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Selama manusia berbuat demikian, maka Allah Subhanahu wa Ta’ala akan selalu mengampuninya.

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ إِنَّ إِبْلِيسَ قَالَ لِرَبِّهِ بِعِزَّتِكَ وَجَلَالِكَ لَا أَبْرَحُ أُغْوِي بَنِي آدَمَ مَا دَامَتِ الْأَرْوَاحُ فِيهِمْ فَقَالَ اللَّهُ فَبِعِزَّتِي وَجَلَالِي لَا أَبْرَحُ أَغْفِرُ لَهُمْ مَا اسْتَغْفَرُونِي

Dari Abu Sa’id Al Khudri, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Iblis berkata kepada Robbnya,’Demi kemuliaan dan keagunganMu, aku senantiasa akan menyesatkan anak-anak Adam selama ruh masih ada pada mereka’. Maka Allah berfirman,’Demi kemuliaan dan keagunganMu, Aku senantiasa akan mengampuni mereka selama mereka mohon ampun kepadaKu. [HR Ahmad].

Wallahua’lam semoga allah menjauhkan kita dari tipu daya syetan yang terkutuk, dan menjadikan kita hamba Allah yang sholeh.


[1] Tafsir Ibnu Katsir, 1/114, cet al Maktabah at Tauqifiyah

[2] Diriwayatkan oleh Ibnu Ja’d dalam Musnadnya no 1809 dan Ibnul Jauzi dalam Talbis Iblis hal 22

[3] lihat al Jawab al Kafi 58, 149-150 dan al I’tisham 2/62

[4] al Jawab al Kafi hal 58 dan lihat Majmu Fatawa 20/103

[5] Diringkas dari kitab Fathul Bari bi Syarh Shahih Al Bukhari, 11: 330

[6] Dhoiful Jaami’ no. 6308. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini diriwayatkan pula oleh Al Baihaqi dalam Asy Syu’ab dengan sanad lainnya dari Ibnu ‘Abbas namun mauquf (perkataan Ibnu ‘Abbas), periwayatnya tsiqoh (terpercaya). Riwayat ini pun munqothi’ (terputus) antara Qois bin Sa’ad (dia orang Mekkah), ia katakan bahwa Ibnu ‘Abbas berkata.

[7] Tazkiyatun Nafs, Ibnu Rajab

[8] Dari sini dapat kita pahami bahwa jika kita melakukan perbuatan mubah sebagai washilah menuju/untuk ibadah maka kita mendapatkan pahala dari Allah sebesar niatnya dan bukan perbuatan yang diniatkan menjadi washilah tersebut. Sebagai contoh seseorang yang meniatkan mencari nafkahnya untuk melaksanakan kewajiban Allah untuk menafkahi kepentingan hidup anak dan istrinya maka yang mendapatkan pahala/yang bernilai ibadah adalah niatnya tersebut dan bukan perbuatan mencari nafkahnya, Allahu a’lam.

[9] diringkas dari kitab Qowaa’id wa Fawaa’id min Al Arab’in An Nawawiyah oleh Syaikh Nadzim Sulthan hal. 24 terbitan Darul Hijrah, Riyadh, KSA

[10] Al ‘Ilmu Fadhluhu Wa Syarafuhu, hlm. 72-74, tansiq Syaikh Ali bin Hasan Al Halabi.

Tinggalkan komentar